Rabu, 22 Februari 2012


Seminar Nasional Pendidikan Karakter

Membangun karakter religius dalam perkembangan sains menuju peradaban yang madani, demikianlah tema yang diusung dalam acara Seminar Nasional Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh Himpunan Aktivis Kajian Agama Jamaah Mushola Al-Furqon (Haska JMF) FMIPA UNY dan Jaringan Rohis MIPA Nasional (JRMN) wilayah IV pada hari Ahad, 15 Mei 2011, bertempat di Ruang Sidang Utama Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta, menghadirkan pembicara Muhammad Jazir, Asp. (Dewan Masjid Indonesia) dan Prof. Dr. Abdul Mujib (Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah). 
Jika kita berbicara mengenai Pendidikan karakter maka tidak akan ada habisnya, karena karakter pemuda Indonesia masih dalam taraf perlu dibangun. Demikianlah sambutan yang disampaikan Prof. Dr. Herminarto Sofyan. Acara ini dihadiri oleh jajaran dekan FMIPA UNY yaitu, Dr. Ariswan selaku Dekan FMIPA UNY dan Drs. Sutiman selaku Pembantu Dekan III FMIPA UNY serta lebih dari 120 peserta  dari berbagai universitas se-Jateng dan  DIY. Acara ini juga dimeriahkan oleh Fatih Nasyid Accapela.
Ilmu dalam Agama Islam diletakkan dalam posisi teritinggi bahkan ilmu menjadi syarat untuk menjadi seorang mukmin. Sehingga Ilmu juga menjadi syarat untuk menjadi seorang yang berkarakter. Bahkan Al-Quran menggesa umat manusia agar menjaidi Ilmuan yakni mulai dari gemar meperhatikan, melihat, mencermati atas segala fenomena semesta, gemar membaca dan meneliti. Berusaha mengilmui untuk dapat menyelesaikan/jawaban atas berbagai masalah. Senantiasa mewujudkan dzikir dalam berfikir atas segela wujud semesta untuk membongkar rahasia semesta alam serta bersikap terbuka dalam dunia pengetahuan. Itulah pemaparan yang disampaikan Bapak Muhammad Jazir selaku pembicara pertama.
“Kenapa Perlu Saintis yang berkarakter?”, Prof. Dr. Abdul Mujib selaku pemateri II melontarkan sebuah pertanyaan sebelum masuk pada pokok materi. Hal ini diatarbelakangi adanya ilmuan yang memanfaatkan kemapuannya tidak sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, Kloning dalam rekayasa genetika yang telah berhasil dilakukan pada tumbuhan dan telah diujicobakan pada hewan, domba Dolly. Sehingga para ilmuan berlomba-lomba untuk mengembangkannya pada manusia, yang merupakan suatu penyimpangan yang tidak mempertimbang-kan aspek teologis, moral/ etika universal, dan hukum.   
Menjadi Seorang Saintis tidak hanya sebatas mengembangkan sains berdasarkan kaidah sains pada umumnya yang penggunaanny didasarkan atas moral religious (aksioogis), yakni hanya pada sisi kebermanfaatannya saja, namun juga agar dapat melihat aspek lain yakni ontologis dan epistemologis artinya  bagaimana hakikatnya serta serta realita yang ada.
Satu hal yang menjadi poin penting adalah bahwa setiap kegiatan sains samua harus berlandaskan pada kalimat ‘bismirabbik’ artinya semua kegiatan adalah hanya untuk satu tujuan yaitu membaca bukti-bukti keesaan Allah, sehingga benar adanya ilmu yang meningkatkan iman kepada sang Khaliq. Oleh Karena itu tidak ada pembatas dan pembeda antara ilmu dan agama. Ilmu Fisika adalah Ilmu agama, ilmu kimia adalah ilmu agama dan seterusnya. Sehingga dalam menuntut ilmu tidaklah hanya sekadar agar mudah mencari pekerjaan tapi merupakan sarana beribadah yang dilakukan dengan ikhlas serta bersikap tawadhu dan tidak menyombongkan diri, karena ilmu yang dimiliki sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan sang pemilik ilmu.
Pada pukul 12.15 acara yang dibersamai Moderator, Akhmada Hasby Ash-shiddiqy ini berakhir.”Acara ini bagus dan sering-sering saja dilaksanakan.Itulah salah satu pesan yang disampaikan salah seorang peserta yakni mahasiswi dari Universitas Ahmad Dahlan.
Semoga Ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari demi kamajuan Sains dan Islam. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar