Seminar Nasional Pendidikan Karakter
Membangun karakter religius dalam perkembangan sains menuju peradaban yang
madani, demikianlah tema yang diusung dalam acara Seminar Nasional Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh Himpunan Aktivis Kajian Agama Jamaah Mushola Al-Furqon (Haska
JMF) FMIPA UNY dan Jaringan Rohis
MIPA Nasional (JRMN) wilayah IV pada hari Ahad, 15 Mei 2011,
bertempat di Ruang Sidang Utama Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta, menghadirkan pembicara Muhammad Jazir, Asp. (Dewan Masjid Indonesia) dan Prof. Dr. Abdul Mujib (Guru Besar Psikologi
Islam UIN Syarif Hidayatullah).
“Jika kita berbicara mengenai
Pendidikan karakter maka tidak akan ada habisnya, karena karakter pemuda
Indonesia masih dalam taraf perlu dibangun.” Demikianlah
sambutan yang disampaikan Prof. Dr. Herminarto Sofyan. Acara ini dihadiri oleh jajaran
dekan FMIPA UNY yaitu, Dr. Ariswan selaku Dekan FMIPA UNY
dan
Drs. Sutiman selaku Pembantu Dekan III FMIPA UNY
serta
lebih dari 120 peserta dari
berbagai universitas se-Jateng dan DIY.
Acara ini juga dimeriahkan oleh Fatih Nasyid Accapela.
Ilmu dalam Agama Islam diletakkan dalam posisi teritinggi bahkan ilmu
menjadi syarat untuk menjadi seorang mukmin. Sehingga Ilmu juga menjadi syarat
untuk menjadi seorang yang berkarakter. Bahkan Al-Quran menggesa umat manusia agar menjaidi Ilmuan yakni mulai dari gemar
meperhatikan, melihat, mencermati atas segala fenomena semesta, gemar membaca dan meneliti. Berusaha mengilmui
untuk dapat menyelesaikan/jawaban atas berbagai masalah. Senantiasa mewujudkan dzikir dalam berfikir atas segela
wujud semesta untuk membongkar rahasia semesta alam serta bersikap terbuka
dalam dunia pengetahuan. Itulah pemaparan yang disampaikan Bapak Muhammad Jazir
selaku pembicara pertama.
“Kenapa Perlu Saintis yang berkarakter?”, Prof. Dr. Abdul Mujib selaku
pemateri II melontarkan sebuah pertanyaan sebelum masuk pada pokok materi. Hal
ini diatarbelakangi adanya ilmuan yang
memanfaatkan kemapuannya tidak sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, Kloning dalam rekayasa genetika yang telah berhasil
dilakukan pada tumbuhan dan telah
diujicobakan pada hewan,
domba
Dolly. Sehingga para ilmuan
berlomba-lomba untuk mengembangkannya pada manusia, yang merupakan suatu
penyimpangan yang tidak mempertimbang-kan aspek teologis,
moral/ etika universal, dan hukum.
Menjadi Seorang Saintis tidak hanya sebatas mengembangkan sains berdasarkan
kaidah sains pada umumnya yang penggunaanny didasarkan atas moral religious
(aksioogis), yakni hanya pada sisi kebermanfaatannya saja, namun juga agar
dapat melihat aspek lain yakni ontologis dan epistemologis artinya bagaimana hakikatnya serta serta realita yang
ada.
Satu hal yang menjadi poin penting adalah bahwa setiap kegiatan sains samua
harus berlandaskan pada kalimat ‘bismirabbik’
artinya semua kegiatan adalah hanya untuk satu tujuan yaitu membaca bukti-bukti
keesaan Allah, sehingga benar adanya ilmu yang meningkatkan iman kepada sang Khaliq. Oleh Karena itu tidak ada
pembatas dan pembeda antara ilmu dan agama. Ilmu Fisika adalah Ilmu agama, ilmu
kimia adalah ilmu agama dan seterusnya. Sehingga dalam menuntut ilmu tidaklah
hanya sekadar agar mudah mencari pekerjaan tapi merupakan sarana beribadah yang
dilakukan dengan ikhlas serta bersikap tawadhu dan tidak menyombongkan diri,
karena ilmu yang dimiliki sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan sang
pemilik ilmu.
Pada pukul 12.15 acara yang dibersamai Moderator, Akhmada Hasby
Ash-shiddiqy ini berakhir.”Acara ini bagus dan
sering-sering saja dilaksanakan.” Itulah salah satu pesan yang disampaikan salah seorang
peserta yakni mahasiswi dari Universitas Ahmad Dahlan.
Semoga Ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
demi kamajuan Sains dan Islam. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar