Demikianlah
kehidupan di dunia terkadang merasa Allah telah memuliakan kita manakala kita
mendapat nikmat darinya, atau bahkan kita merasa telah dihinakan oleh Allah
karena ujian-ujian yang Allah berikan. Padahal sejatinya Hati ini bisa berkaca
pada dirinya sendiri, tahu akan kesetaraan dua hal itu. Kenikmatan yang Allah
berikan pada kita merupakan suatu ujian yang tentunya akan dimintai pertanggung
jawaban atasnya, akankah dia tetap beriman atau justru kafir karenanya.
Mendapat ujian justru menunjukkan seberapa kuat ia atas tali yang menggantung
pada robbnya.
Dunia ini Indah dibuatnya
mencari, berebut
"untuk saya....untuk saya"
"Huft saya telah dihinakan karenanya"
"saya sungguh tidak dihargai"
Tak tahu untuk apa itu semua
Tentunya
senantiasa tak seorang pun yang menginginkan selalu dalam kondisi terjatu,
kesempitan, kelemahan, keterpurukan, bahkan ketertinggalan. Naluri manusia yang
mengharapkan penghargaan dari saudaranya memang tak bisa dipungkiri. Namun
sebagai pribadi yang menyadari adanya kehidupan setelah habisnya nafas yang
dihembuskan tentunya tiada lain dan tiada bukan untuk mendapatkan kenikmatan
yang memang tidak akan terbayangkan, tak sama antara pengetahuan di dunia, ya
itulah kenikmatan Jannah (taman surga yang tidak dapat tergambarkan oleh
manusia hanya Robbnya yang mengetahui). Akankah ada harga tawa yang lebih mahal dari yang Allah berikan sehingga kita berpaling dari-Nya?
Pandangan
dunia dan akhirat hanyalah perbedaan masalah pandangan jarak. Merasa ikhlash
akan segala kejadian yang menimpa, bersyukur dalam segala kondisi, istiqomah
berjalan dengan tenang karena yakin Ia selalu ada dalam sisi kita, mengingatkan
manakala lupa, memberi kala butuh, indah di hati dan pandangan mata, serta Tenang
dan nampak teduh karena kuatnya pada tali, pautan keimanan pada-Nya.
Tetaplah
tersenyum dan siaplah meraih kemenangan di hari esok yang lebih menyenangkan.
sumber gambar:
http://homecare.griyakami.com/wp-content/uploads/2011/12/www.almuharrom.blogspot.com-old-people-smile.jpg